cahyadi Pemilik Lapak 0 Posted November 5, 2012 JAKARTA, KOMPAS.com -- Penampilan Creed, band rock alternatif dari Tallahassee, Florida (AS), di Gandaria City Convention Hall, Jakarta Selatan, Sabtu malam lalu (3/11/2012), dalam rangka perayaan Guinness Arthur's Day 2012, dinantikan oleh para penggemar Creed. Namun, bisa dibilang, ternyata sebagian besar penonton hanya ikut menyanyi bersama penuh semangat ketika Creed menyuguhkan hits mereka. Tata cahaya yang sederhana dan monoton--untuk ukuran pertunjukan grup peraih penghargaan Best Rock Song, berkat lagu "With Arms Wide Open", pada Grammy Awards 2001 itu--menjadi tak penting lagi diperdebatkan. Sebagian dari para penonton yang berjumlah beberapa ribu tersebut pun hanya ingin menikmati idola mereka memainkan hits yang tidak asing lagi untuk telinga mereka, seperti "Higher", "With Arms Wide Open", "One Last Breath", dan "My Sacrifice". Band beranggota Scott Stapp (vokal), Mark Tremonti (gitar), Scott Phillips (bas), dan Brian Marshall (drum) itu mengawali penampilan dengan lagu "Are You Ready". Dua layar berukuran raksasa, yang berada di kanan dan kiri panggung dan memampangkan lirik lagu-lagu yang disajikan oleh Creed, sebenarnya disediakan untuk memudahkan para penonton ikut menyanyikan lagu-lagu Creed. Sayangnya, hanya sebagian kecil penonton yang turut menyanyi bersama Stapp. "Hallo Jakarta. Thank you for coming tonight," seru Stapp sesudah meluncurkan "Are You Ready". Para penonton sontak bersorak. Kendati demikian, suasana belum panas. Grup yang lahir pada 1995 itu berusaha membakar semangat dengan memainkan "Torn", "Wrong way", "What if", dan "Unforgiven". Adrenalin para penonton naik lambat. Namun, mereka terpukau ketika menyaksikan keandalan Tremonti memainkan gitarnya. Jari-jemarinya tak jarang ditampilkan di kedua layar raksasa. Berbagai teknik ditunjukkannya dengan gemilang. Para penonton pun memberi tepuk tangan atas keandalannya. Tapi, hal itu belum mampu membuat para penonton ikut menyanyi secara serentak. Apalagi, Stapp dan kawan-kawan tak banyak berinteraksi dengan mereka. Hanya para penonton yang berdiri di depan panggung yang turut menyanyi dan sesekali berjingkrak-jingkrak. "I love your voices," seru Stapp. Creed terus melanjutkan aksi mereka dengan memainkan "My Own Prison", "Thousand Faces", "Bullets", "Say I", "Faceless Man", dan "What's This Life For". Suasana pertunjukan belum mengalami perubahan. Sementara itu, Stapp sudah berkeringat. T-shirt hitam dan rambut panjangnya basah. "Are you feelin' me?" seru Stapp lagi. Para penonton menyambut seruannya dengan lantang. Stapp sempat bercerita tentang kampung halamannya. Ia merasa gelisah karena banyak orang yang dilanda kebencian terhadap sesama, menghalalkan kekerasan, bahkan saling membunuh. Ia percaya keadaan itu akan berakhir jika semua orang bersatu dalam ikatan persaudaraan. Stap lalu menyuguhkan "One". Baru ketika Creed membawakan "Higher", para penonton bersorak lalu ikut menyanyi bersama penuh semangat. Mereka bagai baru menemukan gairah. Namun, setelah "Higher", para personel Creed turun dari panggung sembari melambaikan tangan. Para penonton tampaknya tidak bisa terima. Mereka belum menikmati lagu Stapp dan kawan-kawan yang mereka tunggu. Mereka tetap berdiri di tempat. Mereka menolak untuk beranjak. Beberapa kali mereka berteriak, supaya para personel Creed kembali ke panggung. "We want more, we want more, we want more," seru mereka. Tata cahaya panggung pun menyala. Stapp, Tremonti, Phillips, dan Marshall kembali ke panggung. Stapp dan kawan-kawan tanpa basa-basi memainkan "With Arms Wide Open", "One Last Breath", dan "My Sacrifice". Ketiga lagu tersebut merupakan hit dari Creed yang paling dikenal di Indonesia. Wajar, para penonton pun turut menyanyi secara serentak sekuat tenaga sehingga suara mereka membahana seperti dengungan lebah. (Willem Jonata) Sumber Share this post Link to post Share on other sites