cahyadi Pemilik Lapak 0 Posted Oktober 24, 2012 JAKARTA, KOMPAS.com -- Sewaktu bernaung di bawah bendera sebuah label rekaman, band asal Bandung, Marvells, yang kini beranggota Icom (drum), Yanna (vokal), Dony (bas), dan Idea (gitar), tak perlu ikut menjual album mereka. Tapi, Marvells, yang kini memilih jalur indie, harus berupaya keras menjalankan sendiri penjualan album baru mereka, The Partyland (2012) "Dulu sih enak waktu sama label, kalau sekarang baru kerasa harus menjualnya sendiri," kata Dony, yang bertanggung jawab atas penjualan album mini itu, ketika bersama rekan-rekan Marvells-nya berkunjung ke kantor Redaksi Kompas.com, di Jakarta, Rabu (24/10/2012). Agar album yang berisi enam lagu tersebut cepat laku, Marvells bergeriliya memasarkannya lewat internet. "Jadi, di FB (Facebook) kami coba lempar teaser lagu 'Superhero', yang nge-link ke YouTube. Dari situ mulai ada yang ngontak kami nanyain mini album-nya," jelas Donny. Kalau sudah ada yang memesan album tersebut, dengan senang hati para personel Marvells akan meladeni para pemesan. "Untuk pemesanan di Bandung, ya ada lah servis spesial, begitu pesan nanti langsung kami antar sendiri ke rumah," terang Dony. "Atau, kalau enggak, misalnya ada yang bisa ajak empat orang temannya beli CD, nanti kami kasih bonus satu," lanjutnya. Dengan sistem penjualan yang seperti itu, Marvells hingga kini sudah menjual 5.000 keping. "Sampai angka 5.000 sih ada ya," kata Icom. Hal positif lainnya juga langsung dapat dirasakan oleh Marvells dan para peyuka musik mereka. "Jauh lebih kerasa daripada cuma sekadar menaruh CD di rak toko. Kalau seperti itu, kami tidak pernah tahu siapa yang beli CD kami," kata Icom lagi. "Kan kalau seperti ini suka ada aja yang telepon bilang, 'Kang, CD-nya belum sampai', 'Ups, oke nanti kami cek'. Kalau kayak gitu bisa kenal siapa yang beli. Atau, misalnya, barang sudah sampai di tujuan, nanti ada yang lapor kalau barang sudah sampai," timpal Dony. Marvells mengaku sama sekali tak pernah tertarik untuk mengedarkan album mereka melalui restoran cepat saji. "Memang hasilnya menguntungkan dengan cara seperti itu. Tapi, pertanyaannya, apakah industri musik kita sudah separah itu?" tekan Icom. Sumber Share this post Link to post Share on other sites