Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Lebay

"10:90 Marketing"

Recommended Posts

zaK6HBbidZ.jpgIlustrasi. (Foto: Corbis)

 

 

 

Kenapa saya sebut 10:90 (ten-ninety) Marketing? Karena marketing kini tak lagi dimonopoli marketer. Dulu memang marketing 100 persen dilakukan oleh marketer, konsumen mendapat jatah nol persen.Marketer melakukan semuanya; membuat produk unggul, menyewa agensi untuk membuat iklan, dan kemudian mem-broadcast iklan tersebut ke seluruh penjuru tanah air menggunakan TV, radio, atau koran.

 

Sementara si konsumen hanya pasif menerima pesan-pesan iklan si marketer, sambil tentu saja dongkol karena tontonan liga Inggris kesukaannya diacak-acak. Kini marketing berubah drastis. Marketer cukup mengerjakan 10 persen saja, lalu sisanya 90 persen dikerjakan oleh konsumen.

 

Itu makanya saya sebut "10:90". Marketer cukup menciptakan authentic brand story, lalu menaruhnya di You-Tube atau memicu percakapan di Twitter/Facebook, that?s it. Lalu, konsumen lah yang bekerja keras membesarkan dan menyebarkan gelembung viral dari authentic brand story tersebut ke konsumen lain di seantero Tanah Air.

 

Dalam "10:90 Marketing" yang bekerja superkeras memasarkan produk bukanlah marketer, melainkan konsumen. Ada satu hukum dasar yang berlaku dalam marketing gaya baru ini. Bunyinya sebagai berikut:

 

"Semakin dominan campur tangan marketer dalam memasarkan produk/merek, maka semakin tumpul dampak marketing yang tercipta. Sebaliknya, semakin banyak keterlibatan konsumen, maka sukses pemasaran yang dicapai akan lebih powerful. Karena hukum itu maka "10:90 Marketing" pasti lebih ampuh dari "30:70 Marketing". Dan 30:70 Marketing pasti lebih powerful dari "60:40 Marketing". Ingat: "Your most powerful marketer is your customers."

 

Anda pasti masih bingung. Oke, agar lebih gampang memahaminya, coba kita lihat dua kasus pemasaran super hebat yang terjadi minggu ini. Pertama, adalah kemenangan Jokowi di Pemilu DKI. Kedua, adalah heboh viral Gangnam Style yang kini menjangkiti dunia.

 

Jokowi

 

Jokowi menang dari Foke karena kekuatan "10:90 Marketing". Yang dilakukan Jokowi dan tim suksesnya sesungguhnya sederhana saja: pertama, membangun "produk unggul"; kedua, menciptakan "authentic brand story", that?s it. Sisanya, masa pemilih lah yang bekerja keras memenangkan Jokowi. Bekal dua hal itu sudah lebih dari cukup untuk menggerakkan "laskar WOM" ("word of mouth") yang mengarahkan para pemilih untuk mencoblos nomor 3 di hari pemungutan suara.

 

Apa "produk unggul" Jokowi? Prestasi Jokowi selama menjadi wali kota Solo, Jawa Tengah mulai kampanye city branding "Solo: The Spirit of Java", relokasi pasar yang manusiawi, hingga dukungan terhadap mobil Esemka yang meroketkan namanya di kancah politik nasional. Lalu apa "authentic brand story" Jokowi? Jokowi menjadi ikon pemimpin yang merakyat, hobi turun ke lapangan, mendengar keluh-kesah masyarakat, sosok pribadi yang sederhana dan apa adanya. Siapa yang "mengarang" seluruh cerita di seputar keikonan Jokowi?

 

Yang membuat cerita tak lain adalah masyarakat (baca: konsumen) melalui cerita dari mulut ke mulut (WOM) secara natural dan otentik di kalangan tukang becak, obrolan di warung tegal, hingga diskusi-diskusi di kampus (yup, cocreate your brand story!). Inilah yang dalam teori pemasaran WOM disebut wisdom of crowd.

 

Awalnya adalah cerita dari mulut ke mulut, tetapi karena menyebar dan diterima secara luas, maka kemudian dianggap sebagai kebenaran. Dengan modal prestasi masa lalu dan cerita otentik itu, viral keikonan Jokowi merambat cepat ke seluruh penjuru tanah air menjelang hari H pencoblosan.

 

Di sinilah massa pemilih bekerja keras menyebarkan cerita-cerita keikonan Jokowi baik secara offline (dari mulut ke mulut) maupun secara online (melalui ranah internet). Media sosial seperti YouTube, blog, Facebook, Twitter, hingga BBM menjadi tools ampuh yang memungkinkan massa pemilih demikian gampang menyebarkan cerita mengenai keikonan Jokowi.

 

Singkatnya, sebagian besar pemasaran Jokowi di Pilkada DKI tidak dilakukan Jokowi dan tim suksesnya, tetapi dilakukan secara volunteer, natural, dan otentik oleh massa pemilihnya melalui penyebaran WOM yang powerful. Jokowi melakukan 10 persen pekerjaan, sisanya 90 persen dilakukan oleh massa pemilihnya.

 

Gangnam Style

 

Fenomena demam Gangnam Style setali tiga uang. Lagu dan gaya tari yang dirilis pertengahan Juli 2012 ini mencapai sukses pemasaran luar biasa di seluruh dunia karena keampuhan "10:90 Marketing". Gaya tari baru asal Korea Selatan yang digagas rapper Psy ini kini memecahkan Guiness World Record sebagai The the Most ?Liked? Video in YouTube History yang hingga minggu ini ditonton 235 juta kali. Seperti halnya Jokowi, pemain utama pemasaran Gangnam Style bukanlah Psy atau label rekaman yang mengusungnya, melainkan para penikmat tarian baru itu di lima penjuru benua.

 

Apa "produk unggul" Gangnam Style? Tak lain adalah lagu yang nge-beat dan jenaka; juga tentu tarian gaya menunggang kuda yang unik, fresh, dan agak nyleneh dari tarian yang selama ini ada. Lalu apa "authentic brand story" dari Gangnam Style? Tak lain adalah cerita-cerita yang melingkupi tarian ini: mulai dari cerita mengenai distrik Gangnam (kawasan Beverly Hills-nya Seoul); satire gaya hidup konsumtif yang menjadi tema lagu/tari ini; hingga tampang Psy yang "anti K-pop idol" alias berlawanan dengan umumnya sosok K-pop ikon yang keren dan imut.

 

Kunci sukses pemasaran Gangnam Style adalah peran masif dari para laskar WOM di seluruh dunia. Diawali dari kalangan powerful influencers, yaitu para selebritas dunia seperti Robbie Williams, TPain, Katy Perry, Tom Cruise, Britney Spears, hingga Nelly Furtado. Para selebritas yang sangat powerfuldi media sosial dan media konvensional inilah, viral demam Gangnam Style dipicu. Aksi early influencers ini kemudian disusul dengan aksi laskar WOM yang secara sukarela dan genuine mempromosikan tarian ini.

 

Aksinya macam-macam. Bisa melalui cuit-cuit di Twitter dan Facebook, meng-upload video Gangnam Style tiruan dan versi parodi, atau membikin aksi flash mob (termasuk flash mob Gangnam Style di Bundaran HI yang melibatkan 800-an orang beberapa waktu lalu). Seperti halnya Jokowi, Psy dan timnya melakukan 10 persen pekerjaan, sisanya 90 persen dilakukan oleh massa konsumennya di seluruh dunia. Jadilah marketer cerdas seperti Jokowi dan Psy.

 

Mereka begitu cantik dan piawai memperalat konsumennya (yup, community of evangelists) untuk memasarkan diri dan produk mereka. Ingat hukumnya: marketer cerdas cukup kerja 10 persen; 90 persen sisanya diserahkan ke konsumen.

YUSWOHADY

Pengamat Bisnis dan Pemasaran

Blog: http://www.yuswohady.com

Twitter: @yuswohady

Penulis Buku: "Consumer 3000" (Koran SI/Koran SI/ade)

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...