Gara-Gara Mimpi, Raja Rokok RI Rela Ganti Nama Perusahaan

[Lebay Pemilik Lapak 0]

JAKARTA - Defisit anggaran semacam ekspansi fiskal, sangat diperlukan saat ekonomi lemah. Dalam keadaan seperti itu, negara harus hadir dengan kebijakan fiskal ekspansif, tetapi apakah anggaran yang ekspansif dengan postur seperti itu akan efektif?

 

Demikian diungkapkan Direktur Utama Institute for Development of Economic and Finance Indonesia (Indef) Eni Srihartati dalam pembahasan Nota Keuangan dan RAPBN 2012, di Wisma Kodel, Kuningan, Jakarta, Kamis (18/8/2011).

 

Menurutnya, saat ekonomi undercapacity Indonesia memang menaikkan defisitnya. Namun di sisi lain, negara malah mempunyai Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (Silpa) yang berimplikasi tidak efektifnya penambahan defisit yang diajukan.

 

"Kita lihat anggaran Silpa selalu besar, masalahnya pola penyerapan, kalau penyerapan polanya sama seperti ini tahun sebelumnya 41 persen di triwulan IV," jelas Eni.

 

Menurutnya, kebiasaan yang ada tersebut sangat tidak efisien. Pasalnya penyerapan terjadi secara besar-besaran pada akhir tahun. "Bagaimana yang sifatnya stimulus dibelanjakan dalam dua bulan," tutur dia.

 

Seperti diketahui, saat ini pemerintah menaikkan defisitnya dari semula 1,6 persen menjadi 2,1 persen. Namun pada 2012 pemerintah kembali menurunkan target defisitnya sebesar 1,5 persen.

 

Selain itu, Eni menambahkan, satu hal yang masih menjadi pertanyaan adalah masalah ketidakjelasan dana yang digunakan oleh pemerintah dalam menutup defisit. "Sumber pembiayaan defisit membingungkan dan tak transparan," jelas dia.

 

Hal tersebut, kata dia, disebabkan adanya pembiayaan luar negeri yang dikatakan minus sebenarnya hanya karena penarikan baru lebih kecil dari penerusan pinjaman dan pemayaran cicilan pokok. " Realisasinya terdapat tambahan utang luar negeri kan," tukas dia.

 

(and)

 

 

 

 

 

Powered By WizardRSS.com | Full Text RSS Feed | Amazon Plugin | Settlement Statement | WordPress Tutorials

 

Sumber