Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Shaolin

Kemampuan Berhitung "Plus" dalam Bisnis

Recommended Posts

KOMPAS.com - Dalam acara penghargaan “The Heroes 2012” di acara Kick Andy, salah satu pemenang, yaitu Fauzanah, guru matematika, menyampaikan “speech”-nya bahwa bangsa Indonesia perlu banyak berhitung. Pernyataannya ini tentu membuat kita berpikir, apakah kemampuan dan kebiasaan kita dalam berhitung di bawah rata-rata?

 

Semua orang bisa melakukan kalkulasi, apalagi bila didukung alat bantu hitung seperti kalkulator. Namun, kita lihat memang banyak orang salah menghitung bisnisnya. Bukankah kita juga sering melihat ada perusahaan yang dulunya "make money", ternyata setelah beberapa tahun malah macet dan tidak langgeng lagi? Pertanyaannya, bukankah dalam  menjaga laba-rugi perusahaan sudah ada pakemnya? Sudah tinggal mengikuti rumus dan membaca bottomline-nya?

 

Nyatanya, terutama akhir-akhir ini, kita sering dibuat terkejut dengan kesalahan-kesalahan hitung yang luar biasa. Bahkan, antara subsidi BBM dan tidak mensubsidi saja perbedaannya sungguh signifikan.

 

Kita segera bisa melihat bahwa kesuksesan dan kelanggengan keadaan keuangan suatu lembaga, perusahaan ataupun negara, tidak bisa dihitung sekadar menggunakan rumus tambah-kurang biasa lagi. Ada setumpuk faktor yang harus diperhitungkan di samping informasi yang tersedia di sana-sini. Tak jarang faktor yang dipertimbangkan sedemikian tidak jelasnya, seperti dampak emosional, sosial, hubungan baik, passion, prospek masa depan, sehingga terkadang tidak ada bedanya dengan rumor.

 

Namun, inilah realitas yang kita hadapi. Perhitungan kita harus matang dan yang tidak selalu sebatas yang di “atas kertas” agar perusahaan atau lembaga bisa berjalan dengan nafas panjang dan berkekuatan menghadapi kompetisi, perubahan dan tuntutan pelanggan.

 

Di sebuah perusahaan trading, di mana banyak orang luar mengomentari bahwa nilai yang paling penting di perusahaan tersebut adalah “uang”, tiba-tiba ditemukan bahwa business acumen pada eksekutifnya lah justru yang perlu ditingkatkan. Gejalanya adalah kurangnya inisiatif pada eksekutif, tidak adanya kreativitas dalam melihat peluang, tidak beraninya menyambut risiko, dan solusi masalah yang itu-itu lagi. Bahkan, orang keuangannya pun sudah tidak memiliki business acumen yang kuat.

 

Namun, kemampuan berhitung kita betul-betul diuji saat sekarang ini. Siapa sih yang 10 tahun yang lalu menyadari kekuatan media sosial dalam berjualan? Sekarang, seorang pelajar SMK  saja bisa mencetak angka penjualan 5 juta sehari sekadar dengan penjualan melalui Facebook. Buku-buku dan teori mengenai "Word of Mouth Marketing” baru popular dalam dekade terakhir ini saja. Siapa yang percaya, bahwa melalui gosip sebuah usaha bisa ramai dan berkembang pesat? Di sinilah kita lihat adanya kebutuhan akan kemampuan “berhitung plus” yang menjadi tuntutan jaman.

 

Jiwa intrapreneur

Banyak perusahaan kini menyadari bahwa tanggung jawab untuk berhitung memikirkan pertumbuhan tidak bisa lagi diletakkan pada pimpinan perusahaan saja, tidak bisa diatur dengan strategi tahunan saja, namun betul-betul harus dimiliki oleh semua jajaran. Kalau dulu perusahaan masih merahasiakan keadaan keuangan perusahaan terhadap lapisan atau divisi tertentu, sekarang pemahaman bisnis perusahaan menjadi persyaratan mutlak bagi karyawan sampai level terendah.

 

Setiap frontliner bukan saja perlu tahu, tetapi juga perlu mempunyai sense tentang bagaimana perusahaan bisa mencetak laba. Mereka perlu merasakan bagaimana arti pelanggan, bagaimana kepuasan pelanggan dapat meningkatkan bisnis, dan bagaimana kita perlu memerangi persaingan. Bisnis yang tadinya kalkulatif dan bisa diramalkan dengan sempoa, sekarang menjadi upaya yang manusiawi, sangat mengandalkan “manusia”, sangat memperhatikan kepuasan pelanggan, kekuatan networking, bahkan keyakinan dari para pengelola yang terkadang sudah tidak bisa dinilai dengan materi semata.

 

Seorang pebisnis, ataupun sekarang intrapreneur, yaitu karyawan yang harus berjiwa entrepreneur, diharapkan bisa memahami hubungan antara pelanggan, laba, uang yang dipinjam, atau yang dititipkan oleh para investor, dan angka penjualan. Prediksi kesuksesan perusahaan, apakah lembaga berukuran mini seperti toko, atau restoran kecil, ataupun perusahaan tambang raksasa, tetap harus bersikap waspada terhadap pengembangan customer base, persaingan dagang, harga, dan arus kas. Setiap orang dalam perusahaan perlu menjaga sense of urgency-nya untuk melakukan transaksi yang benar, keputusan yang tepat, timing, dan kesempatan yang tersedia.

 

Kekuatan manusia penentu kesuksesan bisnis

Seorang teman yang memulai bisnisnya dari toko kecil, selalu mengandalkan passion-nya terhadap produk-produk yang disukainya. Dalam mengembangkan bisnisnya, ia tidak pernah lepas fokus dari mengandalkan kekuatan pilihan produknya, sehingga tidak ada kekuatan mana pun yang bisa mengalahkan upayanya dalam mengambil keputusan. Ahli keuangan yang berusaha menasehatinya, tetap dikalahkannya, bila keputusan berkaitan dengan memilih dan membeli produk.

 

Bukankah kenyataan ini membuktikan bahwa dalam mengembangkan suatu lembaga, orang sebetulnya bisa mengandalkan keyakinan daripada sekadar memelototi sempoanya untuk menghitung uang?

 

Keyakinan nyata-nyata bisa memberi nilai tambah pada bisnis, bisa membuat orang membeli lebih banyak, bisa membuat pelanggan lebih setia karena lebih percaya dan malah membuat karyawan juga ikut-ikut yakin. Hal ini membuktikan apa yang dikatakan seorang ahli: ”If you pursue your purpose the money will pursue you…”.

 

Ternyata, banyak hal yang tidak bisa dijawab dengan uang. Itulah sebabnya mengapa ada orang yang hanya berbakat untuk investasi, ada orang yang lebih memilih untuk mengembangkan bisnis, dan ada juga orang yang tidak habis-habisnya ber-networking sampai menemukan jalan yang “ajaib” untuk mengembangkan bisnisnya.

 

Saat sekarang, orang yang hanya mempunyai uang dan tidak berusaha memanfaatkan kekayaan manusiawinya, akan sulit bersaing dan bertahan. Lihat betapa perusahaan seperti Google, Kaskus, dan Facebook yang semula begitu tak jelas bagiamana mencetak penjualan, seketika menjadi perusahaan milyarder dolar. Betapa sering juga kita dengar usaha yang mencetak laba hanya karena menjadi pionir. Ini bukti bahwa pemahaman finansial dan kemampuan pemasaran sekarang perlu dilengkapi dengan kekuatan kreativitas, hubungan antar manusia dan passion.   

 

(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)

 

Sumber: Kompas Cetak

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...