Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Shaolin

Jenny Poespita Merintis White Lotus

Recommended Posts

KOMPAS.com - ”Saya hobi makan. Namun, saya pengin sehat. Saya tidak mau mengorbankan kesukaan saya makan enak,” kata Jenny Poespita (32). Ia lalu membuka usaha katering makanan yang katanya membuatnya sehat.

 

Waktu kecil, Jenny gemar memanjat genteng rumah. Bekas luka tusukan pensil di lengan menjadi penanda sejarah bandel masa kecil. Kini, si tomboi itu telah berubah menjadi sosok gadis cantik dengan tatapan teduh.

 

Ketika kembali ke Tanah Air enam tahun lalu, kesan tomboi masih melekat erat pada Jenny. Kala itu, ia gemar mengenakan kemeja kotak-kotak lengan panjang yang kedodoran. Jenny diminta pulang ke Surabaya setelah mendapat ijazah dengan predikat cum laude dari Boston College, Chestnut Hill, Massachusetts, Amerika Serikat.

 

”Kecantikan perempuan berasal dari dalam, tetapi bukan berarti tidak jaga penampilan. Saya memutuskan mulai dandan,” katanya. ”Salah satu pemberian paling berharga buat perempuan karena kita bisa dandan. Itu penghargaan buat diri sendiri,” ujar Jenny menambahkan.

 

Jenny menuruti permintaan orangtuanya untuk pulang. Ia lalu meninggalkan pekerjaannya sebagai internal auditor di Northland Investment Corporation, Boston, Massachusetts, yang sudah dilakoni selama tiga tahun. Mimpinya untuk membangun karier di negeri orang pun pupus.

 

Namun, impian lain segera bersemi. Dari nol, Jenny mulai merintis bisnis katering kesehatan White Lotus sejak 2007. Katering dengan harga paketan Rp 3 juta-Rp 8 juta per orang per bulan itu sudah menjangkau ratusan konsumen di Jakarta dan Surabaya.

 

Kelinci percobaan

Jenny pun bersedia menjadi ”kelinci percobaan”. Dalam sebulan pertama mengonsumsi makanan katering miliknya, lingkar pinggangnya mengecil hingga 10 cm. Berat tubuhnya yang dulu terlalu kurus pun mulai naik. Dengan tinggi 163 cm dan berat 48 kilogram, Jenny mendapatkan tubuh ideal.

 

Bertemu di keramaian Ranch Market, Pondok Indah, Rabu (14/3/2012), tak tersisa lagi jejak gadis tomboi dalam diri Jenny. Ia tampil segar dengan terusan rok pendek dan riasan tipis. Matanya selalu lekat memandang lawan bicara.

 

Kalimat yang meluncur dari bibir tipis Jenny sulit dipenggal, terutama ketika ia berbicara tentang bisnis kateringnya. Jenny yang menggemari warna putih jatuh cinta pada bunga lotus (teratai) yang melambangkan sifat rendah hati.

 

Lotus bisa tumbuh di mana pun, tak perlu dirawat, dan bisa memberi arti bagi lingkungannya. ”Di mana pun kita berada harus jadi berkat buat orang lain. Ada kita atau tidak harus ada bedanya. Saya pengin memberi satu nuansa pembeda,” kata Jenny.

 

Wawasan Jenny tentang makanan sehat dibuka ketika ia jadi duta budaya Rotary Club dan tinggal selama enam minggu di Inggris pada Oktober 2007. Jenny tertarik karena manula di atas usia 80 tahun di Inggris masih bisa menyetir mobil sendiri dan tetap bisa menyantap makanan enak.

 

Begadang

Ketika bisnisnya dimulai, Jenny terjun langsung ke dapur. Ia begadang hingga kantong matanya menghitam. Seiring dengan makin besarnya perusahaan, Jenny tetap ke dapur untuk mencicipi resep makanan baru dan memberi masukan agar penampilan makanan tetap menarik.

 

Jenny berusaha terlibat dalam semua diskusi untuk memastikan semua pekerjaan sempurna. Bagi Jenny, perencanaan usaha dan pengorganisasian tim merupakan kegiatan yang menyenangkan. ”Jadi tidak merasa kerja meski seluruh waktu saya tersita untuk bisnis ini,” ujar Jenny yang masih lajang ini.

 

Ketika menjalankan hobi jalan-jalan ke beberapa negara, Jenny tetap menyempatkan belanja informasi tentang makanan sehat. Saat ini, ia sedang getol-getolnya bepergian keliling Indonesia. Di Solo, Yogyakarta, dan Semarang, Jenny jalan-jalan sambil merintis kerja sama dengan petani lokal.

 

Selain pelanggan perseorangan, bisnis kateringnya juga mulai merambah ke beberapa rumah sakit dan menjadi penyuplai makanan pesta.

 

Meski hingga kini masih dituntut bekerja hingga larut malam, Jenny tetap meluangkan waktu untuk menyantuni sebuah panti asuhan dengan 13 anak di Surabaya. ”Bagi saya, hidup tidak selalu mulus. Ada naik turunnya. Bagaimana melewati masa itu. Bagaimana tetap menjadi orang baik saat susah,” ujar Jenny.

 

Menu kasih Jenny

Bagi Jenny, keuntungan tidak menjadi tujuan utama dari pendirian White Lotus. Rasa welas asihnya muncul tiap kali melihat orang sakit yang harus berpantang banyak makanan. Karena bekerja dengan hati, ikatan emosi dengan pelanggan perlahan terbangun.

 

“Kita kerja bukan mau jualan, melainkan membantu orang. Tantangan terbesar adalah memberantas pikiran bahwa makanan sehat itu tidak enak. Konsep sebuah makanan, jika makanan tidak enak, tidak boleh keluar dari dapur,” katanya.

 

Bisnis kateringnya dikontrol oleh tim yang terdiri atas dokter gizi, ahli kuliner berstandar hotel, dan ahli teknologi pangan. Jenny pun membekali diri dengan ilmu gizi dari kursus singkat di Inggris. ”Yang penting, kandungan makanan dan cara memasaknya,” tutur Jenny.

 

Bagi pelanggan yang menderita diabetes, misalnya, mereka tetap dimanjakan dengan kue-kue manis. Gula tebu diganti gula silitol. Kue-kue dibuat dengan susu kurma dan madu murni. Namun, pemberian makanan manis ini tidak setiap hari.

 

Pelanggan yang mengidap penyakit tertentu harus menyerahkan hasil cek darah, sejarah operasi, dan daftar konsumsi obat. Hal ini akan dikonsultasikan dengan dokter pribadi agar program diet bisa sejalan dengan program pengobatan penyakit.

 

Tiap satu minggu, berat badan konsumen akan diukur. Dari hasil pengecekan darah, kemudian akan terlihat apakah menu diet yang diberikan berdampak terhadap kondisi pelanggan.

 

(Mawar Kusuma)

 

Sumber: Kompas Cetak

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...