cahyadi Pemilik Lapak 0 Posted Maret 28, 2012 JAKARTA, KOMPAS.com -- Erwin Gutawa (49) menggubah lagu baru "Kidung Abadi", yang akan "dinyanyikan" Chrisye dalam konser "Kidung Abadi Chrisye" di Jakarta Convention Center, 5 April 2012. Lagu itu tersusun dari kumpulan potongan suku kata yang pernah dilantunkan Chrisye. Lagu "Kidung Abadi", yang mengalun dari suara Chrisye itu, membuat pendengarnya merinding. Itulah suasana di studio Erwin Gutawa, di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan, Senin (26/3) sore. Erwin Gutawa dengan tim kreatifnya tengah memperdengarkan suara Chrisye "menyanyikan" lagu terbarunya. Padahal, kita semua tahu, Chrisye meninggal dunia pada 30 Maret 2007. Suasana terasa mengharukan ketika lirik buatan Gita Gutawa itu terlantun dengan artikulasi jelas, khas gaya Chrisye. "Lihatlah masa berganti semua, ku di sini dan kau di sana....// Walau kini kujauh darimu, ku kan selalu tetap bernyanyi/ Kau dengar alunan melodiku, persembahan ini untukmu ...." Lagu itu belum pernah dinyanyikan Chrisye selama hidupnya. Program Protools dalam komputer memungkinkan rekayasa suara. Prosesnya tampak sederhana: suara Chrisye menjadi semacam pangkalan data (database) komputer. Dari sumber itu, Erwin melakukan semacam rekonstruksi suara Chrisye. Ribuan suku kata yang pernah dilantunkan Chrisye dalam lagu disusun untuk membentuk komposisi lagu yang utuh. Ini sebuah kerja kreatif, rumit, njelimet, dan perlu ketelitian serta kesabaran tinggi. Tim Erwin, yang antara lain terdiri atas periset, mengumpulkan ribuan suku kata milik Chrisye. Kata "kusadari" yang "dilantunkan" Chrisye di lagu baru itu diambil dari puluhan lagu. Suku kata "da" diambil dari lagu "Pasar Gambir", yang dinyanyikan Chrisye pada album Dekade (2002). Tepatnya "da" pada lirik yang berbunyi "Da-ri jauh saya kemari...." Diperlukan 1.056 suku kata "ku" sebagai bahan untuk membentuk kata "kusadari" seperti tertulis dalam lirik lagu "Kidung Abadi". Data suku kata "ku" itu terdiri dari beragam karakter. Ada "ku" yang dilantunkan dengan lembut, rendah, tinggi, dan "ku" yang berteriak, lembut, atau tebal. Erwin lalu menyaring dan mencari "ku" yang tepat sesuai dengan kebutuhan komposisi lagu. Suku kata "ku" yang terpilih itu disesuaikan dengan kebutuhan nada (pitch), timbre. "Nada dasar bisa dinaikkan asal tidak terlalu jauh sebab kalau terlalu jauh akan jadi chipmunk (suara gepeng)," kata Erwin merujuk pada suara tokoh film animasi Chipmunk yang gepeng nyaring itu. Erwin berusaha agar nyanyian Chrisye terdengar alami, hidup, dan "berjiwa", seperti benar-benar sedang dinyanyikan Chrisye. Untuk itu, secara detail ia memasukkan gaya Chrisye ketika ia mengambil napas. "Saya cukup mengenal Chrisye. Pada kata-kata tertentu, ia suka ambil napas pakai ancang-ancang atau kadang ambil napas colongan," kata Erwin. "Lilin Kecil" sampai "Badai" baru Erwin Gutawa baru duduk di bangku SMP ketika Chrisye tengah populer dengan lagu "Lilin-lilin Kecil" dan lagu-lagu pada album Badai Pasti Berlalu (1977). Erwin adalah penggemar Chrisye yang dianggap membawa kesegaran baru dalam musik pop di Tanah Air. Erwin saat itu sudah bermain musik dalam acara Bina Musika di TVRI asuhan Kak Agus Rusli. Dalam acara itu juga tergabung Cendi Luntungan yang kini menjadi drummer jazz serta almarhum Dodo Zakaria. Kala SMA, ia sudah "naik kelas" menjadi pemetik bas dalam Orkes Telerama, acara musik serius asuhan Isbandi di TVRI. Pada pertengahan tahun 1980, Erwin bergabung dengan band Karimata bersama Candra Darusman dan kawan-kawan. Suatu kali Isbadi memercayai Erwin menggarap aransemen untuk Telerama. Sejak itu, Erwin belajar menjadi penata musik dan pengarah musik. "Ketika saya menjadi music director itu, saya menawarkan diri ke Chrisye untuk bikin konser pop, tetapi dengan orkestra. Chrisye cocok. Dia bilang, 'Win kita kerjain gini lagi yuk, tapi untuk album'," kata Erwin menceritakan awal kerja samanya dengan Chrisye. Itulah kerja sama Erwin dan Chrisye sampai hari-hari terakhir Chrisye. Erwin antara lain pernah menggarap musik album Chrisye, seperti AkustiChrisye (1996), Kala Cinta Menggoda (1997), Badai Pasti Berlalu-Re-recorded (1999), Konser Tur Legendary (2001), dan Dekade (2002). Erwin mengakui, dari album-album yang dibuat bersama Chrisye, album Badai Pasti Berlalu-lah yang terberat. Pasalnya, album Badai Pasti Berlalu versi tahun 1977, garapan Jockie Suryoprayogo dan Eros Djarot, sudah menjadi legenda. "Saya memilih untuk tidak membuat seperti album yang dulu. Saya mereinterpretasi lagu-lagu di album tersebut." Pada lagu "Matahari", misalnya, Chrisye memasukkan gamelan. Lagu "Semusim", yang pada versi album 1977 dibawakan penyanyi Berlian Hutauruk, oleh Erwin digarap dengan menduetkan Chrisye dengan Waldjinah, superstar keroncong dari Solo itu. Aura legenda Di mata Erwin, Chrisye saat itu sudah legenda. Oleh karena itu, Erwin menyiapkan album dengan standar produksi tinggi. Chrisye kemudian mengizinkan Erwin menggarap albumnya dengan orkestra besar. Demi mengejar standar itu, Erwin melakukan proses mixing di Australia yang dianggapnya terbaik pada masa itu. "Album Chrisye harus dibuat dengan standar produksi tinggi karena kelas dia memang di situ. Chrisye harus dihargai, dia itu legenda." Selain album, Erwin dan Chrisye juga bekerja sama menggarap konser. Erwin telah tiga kali menyiapkan konser Chrisye, yaitu "Sendiri" (1994), "Badai Pasti Berlalu" (2000), dan "Dekade" (2003). Kini setelah Chrisye tiada, Erwin diajak oleh Yanti Noor (istri Chrisye) dan Jay Subiyakto untuk menyuguhkan konser "Kidung Abadi Chrisye", yang dipromotori Live Action. Erwin menyebut konser tersebut sebagai konser Chrisye yang keempat. "Kami menawarkan sesuatu yang baru, yaitu menghadirkan aura Chrisye di panggung," kata Erwin. Aura itu antara lain hadir lewat serpihan-serpihan suara Chrisye yang membentuk sebuah lagu. Chrisye seperti bernyanyi lagi, sementara Erwin Gutawa dengan orkestranya mengiringi dengan musik langsung. (Frans Sartono) Sumber Share this post Link to post Share on other sites