Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia

Archived

This topic is now archived and is closed to further replies.

Shaolin

Tas "K-in", Berawal dari Warisan Lawasan

Recommended Posts

KOMPAS.com - Pada dasarnya, Iin Sofjan (41) cinta produk Indonesia, khususnya kain batik. Ia juga gemar memakai kain, kebaya, dan aksesori lokal. Sampai suatu hari, ia diwarisi neneknya lebih dari lima puluh kain batik lawas. Karena umur kain sudah lebih dari 40 tahun, banyak di antaranya yang bolong-bolong.

 

”Daripada kain itu disimpan di lemari dan semakin rusak, aku berpikir untuk memanfaatkannya,” katanya.

 

Dari situ muncul ide untuk memproduksi tas dari batik lawas. Pada awalnya, untuk kebutuhan sendiri. Satu tas selesai dibuat, langsung ada yang meminta. Begitu seterusnya. ”Saya sering pulang hanya pakai tas kresek karena tas saya diminta,” kata Iin.

 

Akhirnya ia serius memutuskan untuk berbisnis tas. Setelah malang melintang dan jatuh bangun selama dua tahun, termasuk bertukar mitra kerja, tahun 2010 Iin memiliki merek sendiri, K-in.

 

Berhubung tas dengan materi kain batik—termasuk lawasan—bukan hal baru dalam industri mode, ia berupaya memiliki ciri khas. ”Tas saya cirinya di handle-nya (pegangan tas), ini ciri khas tas saya. Juga bodi tas tidak kaku dan enteng. Saya juga hanya memproduksi satu model tas untuk satu jenis kain. Jadi, kain boleh sama, tetapi modelnya pasti beda. Semua dikerjakan dengan tangan,” katanya.

 

Tas buatan Iin umumnya besar dengan aksen kulit berwarna cerah. ”Perempuan Indonesia umumnya suka tas yang besar karena bisa muat banyak barang. Seperti doraemon bag. Mereka juga maunya eksklusif, tidak ada yang menyamai. Jadi saya berupaya untuk memenuhi kebutuhan itu,” katanya.

 

Untuk menjaga kualitas produksi, Iin selalu menjadi penguji coba produknya sendiri. Dari situ ia mengetahui, bagian yang paling sulit dibuat dan sering bermasalah adalah retsleting tas. ”Setiap produk baru saya jajal dulu. Kalau sudah terbukti prima, barulah saya berani jual,” lanjut Iin.

 

Tas-tas K-in dijual dengan kisaran harga mulai dari Rp 500.000, sedangkan dompet dan clutch mulai harga Rp 300.000. ”Untuk kain lawasan, harga tas tidak bisa di bawah Rp 1 juta karena kainnya saja sudah mahal. Oleh karena itu, kini saya juga menawarkan batik-batik baru, seperti batik embos. Sedangkan untuk kulitnya, kulit ular kobra itu mahal. Oleh karena itu, saya juga menawarkan penggantinya seperti korduroi,” jelas Iin.

 

Saat ini ia telah mampu memproduksi 40-50 tas per bulan, yang dipasarkan melalui media sosial dan juga gerai di mal, dengan omzet Rp 10 juta-Rp 50 juta per bulan.

 

Dalam lima tahun ke depan, targetnya sudah jelas, ia ingin memiliki gerai sendiri dan go international. ”Saat ini saya sedang merintis untuk bisa masuk ke Bloomingdales,” katanya, menyebut pusat belanja mewah yang berpusat di New York itu. (MYR)

 

Sumber: Kompas Cetak

 

 

p-89EKCgBk8MZdE.gif

 

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites

×
×
  • Create New...