Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Asuransi Dilarang Tolak Klaim Sepihak, Nasabah Untung atau Buntung?

Recommended Posts

Jakarta, CNBC Indonesia - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menyatakan perusahaan asuransi tidak lagi bisa membatalkan klaim secara sepihak. Hal ini dinilai membawa konsekuensi bagi perusahaan maupun nasabah asuransi.

Sebagaimana diketahui, MK resmi mengabulkan permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 KUHD ini yang dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jumat (3/1/2025). Dengan ini, norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat.

Pasal ini dinilai inkonstitusional karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batal perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Analis senior bidang Perasuransian Irvan Rahardjo mengatakan, Putusan MK ini sangat berpengaruh ke perusahaan asuransi, khususnya dalam cara berkontrak ke depan. Implikasi ini menyangkut proses underwriting, pemasaran hingga keputusan klaim termasuk soal reasuransi.

"Bagaimana kalau pihak reasuransi di luar negeri membatalkan perjanjian reasuransi dengan penanggung, sementara pihak penanggung tidak boleh membatalkan polis?" tutur Irvan kepada CNBC Indonesia.

Di sisi lain, Irvan melihat putusan MK ini menjadi tanda bahwa kesadaran konsumen makin tinggi sehingga industri asuransi harus mampu beradaptasi dan selanjutnya melakukan review kebijakan, proses bisnis, dan kontrak polisnya.

"Dampak negatifnya nasabah asuransi akan terdorong mengajukan gugatan ke Pengadilan terhadap polis yang dibatalkan sepihak oleh asuransi pada saat Putusan MK berlaku," jelasnya.

Setali tiga uang, Pengamat Keuangan & Investasi asuransi Wahju Rohmanti mengatakan keputusan ini justru menjadi preseden yang baik bagi industri. Pasalnya, perusahaan asuransi menjadi wajib mendetailkan perjanjian atau klausula dalam polis.

"Sehingga perusahaan asuransi tidak hanya menyandarkan pada keyakinan bahwa ada itikad baik (utmost good faith) dari tertanggung ketika membeli/menyetujui polis. Karena asuransi sendiri adalah perjanjian antara pihak tertanggung dan penanggung," kata Wahdju.

Jika ke depan syarat dan ketentuan batal polis/perjanjian asuransi ini lebih jelas, maka perusahaan bisa terhindar dari gugatan pemegang polis atas penolakan klaimnya. Hal ini pun membantu terciptanya kepercayaan kepada industri asuransi.

Sementara bagi nasabah, keputusan ini membawa kepastian hak dan kewajiban bagi tertanggung. Namun isi dan klausula polis mungkin akan lebih panjang, maka ia menilai nasabah harus lebih diberikan waktu untuk mempelajarinya sebrlum ttd polis

Di sisi lain, Wahdju menambahkan keputusan ini pun membawa konsekuensi bagi perusahaan asuransi. Yakni, mereka perlu merevisi template perjanjian polis agar lebih detail dan spesifik per produk.

Respons Pemain Asuransi

Menanggapi hal ini, beberapa pemain asuransi mengaku masih mempelajari putusan MK tentang permohonan uji materi atau judicial review terkait Pasal 251 KUHD tersebut. Meski demikian, mayoritas sepakat berkomitmen untuk melindungi kepentingan nasabah.

Direktur Legal & Compliance Allianz Life Indonesia Hasinah Jusuf mengatakan pihaknya menghargai keputusan yang disampaikan oleh MK terkait pasal 251 KUHD dan akan selalu mematuhi ketentuan yang ditetapkan.

Menurutnya, Putusan MK tidak menghapus esensi keberlakuan pasal 251 KUHD terkait itikad baik, melainkan lebih mengatur tata cara pembatalan apabila terdapat kondisi yang diatur dalam pasal 251 KUHD, di mana dapat dilakukan melalui kesepakatan atau keputusan pengadilan.

Ketentuan pembatalan melalui pengadilan sendiri bukan hal baru, karena telah diatur dalam polis sebagai salah satu mekanisme pembatalan penjanjian dan dapat dikesampingkan oleh para pihak sepanjang tercantum dalam perjanjian/polis.

"Saat ini kami masih melakukan assessment secara menyeluruh dan berkomunikasi dengan asosiasi dan OJK utk menerapkan keputusan MK tersebut, untuk dapat melindungi kepentingan seluruh pihak dan nasabah kami," ungkap Jusuf saat dihubungi.

Dihubungi terpisah, Head of Customer and Marketing MSIG Life Lukman Auliadi mengatakan, pihaknya sedang mengkaji interpretasi putusan MK tersebut, termasuk kemungkinan perubahan regulasi pasca putusan MK.

"Secara prinsip, kami mendukung upaya regulator untuk mendorong pertumbuhan industri asuransi jiwa, termasuk dalam peningkatan perlindungan nasabah," kata Lukman.

Sejalan, manajemen Prudential Indonesia mengatakan, Prudential Indonesia sedang mempelajari hasil keputusan MK tersebut. Hal ini dilakukan dengan berkoordinasi dengan asosiasi asuransi jiwa Indonesia dan berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk implementasi keputusan MK tersebut.

"Prudential Indonesia senantiasa berkomitmen untuk tunduk dan mematuhi seluruh peraturan hukum di Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah maupun regulator. Hal ini sejalan dengan implementasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik dan Manajemen Kepatuhan Perusahaan," sebagaimana diungkap dalam jawaban tertulisnya, dikutip Jumat, (10/1/2025).

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyebut, pasal ini penting untuk mendukung prinsip utmost good faith. Ia menegaskan, meskipun ada perubahan norma, prinsip tersebut tetap berlaku secara universal.

Ogi menyatakan bahwa formulasi yang transparan diperlukan agar pembatalan klaim tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Ia juga menyoroti perlunya regulasi tambahan untuk mencegah penyalahgunaan, baik oleh perusahaan asuransi, agen, maupun konsumen.

"Kami hormati dan melaksanakan putusan MK tersebut, OJK menyadari bahwa perlu adanya penguatan kesetaraan penanggung dan tertanggung untuk perjanjian polis asuransi," ungkap Ogi dalam konferensi pers RDKB OJK, Selasa, (7/1/2025).

Selanjutnya, OJK akan mempelajari langkah-langkah perbaikan terkait proses perjanjian polis asuransi. Beberapa langkah yang akan dilakukan mencakup meminta masukan dari asosiasi, industri, dan publik guna memperbaiki dokumen perjanjian polis.

Selain itu, OJK juga mendorong perusahaan asuransi meningkatkan proses underwriting agar calon pemegang polis memberikan informasi yang benar.

"Apabila tetap terjadi dispute, akan ditindak lanjuti melalui kesepakatan antar pihak, antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis atau tertanggung dan diupayakan dan kemudian dengan mekanisme abritase, atau dengan pengadilan, ini sesuai dengan pengadilan," ungkapnya.

Namun, Ogi menekankan bahwa perbaikan perjanjian polis tetap menjadi prioritas utama. Ia berharap langkah ini dapat menciptakan proses asuransi yang lebih jelas, adil, dan berlandaskan prinsip kehati-hatian.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Banyak Kecelakaan Pesawat, Jadi Risiko Asuransi Penerbangan

Next Article PPN 12% Bebani Rakyat, Industri Asuransi Siap-Siap Sengsara di 2025 [1]

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...