Jump to content
FJB - Forum Jual Beli Indonesia
Masuk untuk mengikuti  
bot

Transaksi QRIS hingga Gopay Ternyata Kena PPN 12%, Ini Aturannya

Recommended Posts

Foto: Seorang pedagang ikan asin menyiapkan dagangan dengan menyediakan sistem pembayaran Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) di Kawasan Pasar Tradisionan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis, (11/5). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 1 Januari 2025 masih menjadi polemik. Awalnya pemerintah menyebut hanya barang-barang yang terbilang premium yang terdampak. 

Akan tetapi kemudian Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%.

Dengan demikian transaksi menggunakan uang elektronik termasuk di dalamnya. Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajak bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti mengatakan uang elektronik dan dompet digital (e-wallet) selama ini telah dikenakan PPN sesuai Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggarakan Teknologi Finansial.

Namun menurut Dwi, pengenaan pajaknya bukan pada nilai pengisian uang atau (top up), nilai saldo (balance) atau nilai transaksi jual beli. Tetapi dikenakan pada konsumen atas penggunaan jasa layanan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

"Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru," kata Dwi, dikutip Sabtu (21/12/2024).

Mengutip situs Kementerian Keuangan, PPN atau value added tax (VAT) dikenal juga dengan istilah goods and services tax (GST). PPN adalah pajak tidak langsung, yang disetor oleh pihak lain atau pedagang yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, konsumen akhir sebagai penanggung pajak tidak menyetorkan langsung pajak yang ditanggungnya

Sebagai contoh, jika seseorang bernama Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp 1.000.000 dan biaya top up misalnya Rp1.500, maka jika PPN 11%, perhitungannya adalah sebagai berikut, 11% x Rp 1.500 = Rp165.

Maka PPN 11% ini akan dikenakan kepada konsumen sebesar Rp 165 setiap transaksi. Artinya biaya transaksi top up Rp 1.000.000 itu selain dikenakan biaya top up Rp 1.500, ditambah juga biaya PPN. Jadi, Rp 1.001.665.

Kemudian, dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut, 12% x Rp 1.500 = Rp180. Artinya biayanya menjadi 1.001.680.

Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp 15. Maka biaya PPN 1

Contoh lain, Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp 500.000. Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut, 11% x Rp 1.500 = Rp 165. Maka transaksinya menjadi Rp 501.665.

Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut, 12% x Rp 1.500 = Rp 180. Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp 15. Transaksinya menjadi Rp 501.680.

"Berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama," kata Dwi.


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: PPN 12% & Pajak Alat Berat Hantui Bisnis Jasa Pertambangan 2025

Next Article Tahun Depan PPN Jadi 12%, Ini Dampaknya Kata Bankir Syariah [1]

Sumber

Share this post


Link to post
Share on other sites
Masuk untuk mengikuti  

×
×
  • Create New...